Kami dengan sekitar 65 karyawan

Beliau aniLetkol Sjarwani, Kapten Sudiro, merupakan iyo-iyo (bertukar pikiran) Pa rganisasi antek PKI yang jadi sasaran operasi peng- gan antara lain IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia), Menerbitkan Koran "Aman Makmu ok Aman Makmur-lah pertama-tama di Padang mem- opori pengganyangan PKI dengan mengerahkan wartawan an karyawannya yang sedang menganggur akibat pem kelompok bredelan Kami dibantu oleh beberapa perwira dan prajurit.

Kodam /17 Agustus untuk menempel pamflet di seantero kota mencorat-coret tembok dengan kata-kata seperti: Ganyang PKI, Ganyang Aidit, Subandrio Antek Peking, Ganyang Rahmat, Ganyang Sutan Djohan dan sebagainya.

Untuk pamflet kami pakai sisa-sisa kertas koran yang belum dicetak, sedang untulk corat-coret kami pakai tinta cetak Aksi tersebut kami lakukan mulai tengah malam 3 Oktober 1965, sampai subuh, lebih kurang 48 jam setelah peristiwa G30S terkutuk di Lubang Buaya.

Kami dengan sekitar 65 karyawan

Aksi pemasangan pamflet dan plakat antikomunis bahkan kami teruskan di kota-kota Bukittinggi, Padangpanjang, Solok Payakumbuh, dan lain-lain.

TIDAK ADA KOORDINASI? PADA suatu hari awal Oktober 1965 itu, Wakil Gubernur umatra Barat Sofjan Djanaid memanggil saya (mungkin karena sekampung sama-sama dari Lawang Matur) untuk berdialog Dia mengatakan, "Kok aksi-aksi pengganyangan tuan-tuan seperti tidak ada kordinasi?" Kordinasi dengan siapa?"'tanya saya Dengan Pemerintah Daerah"jawabnya.

Kami tidak ada waktu lagi.

Kami harus cepat membentuk opini masyarakat lewat Koran Tembok.

Koran kami sudah berapa kali diberangus, Kini kesempatan balas dendam.

ng awak 'kan sudah merana akibat tindakan PKI pasca- tri.

Kami masih meragukan sikap Pemerintah Daerah,'tegas saya Alhasil dia menerima argumentasi tersebut.

Tindakan or pengganyangan PKI, kemudian susul-menyusul me- erutmana-mana.

Aksi kami berlanjut ke daerah-daerah, ota-kota Padangpanjang, Bukittinggi, Batusangkar ambat ke r man, Payakumbuh dan Solok.

Entah dianggap inspirasi Menerbitkan Koran Aman Makm tolak.

Saya berunding dengan para pendiri, namun mereka tidak bisa mencari jalan keluar Kami sepakat takkan keluar dari prinsip independen.

saja, mati secara kesatria ketimbang kuda tunggangan! beberapa aset perusahaan seperti mesin intertype.

saja, mati secara kesatria ketimbang kuda tunggangan!

Akhirnya, awal tahun 1971, saya ambil kebijaksanaan sendiri untuk menutup penerbitan.

Kami memilih tutup usia Seluruh karyawan baik redaksi dan tata usaha saya lepas dengan pesangon.

Dana pesangon berasal dari penjualan Beberapa aset lainnya seperti mobil combi Volkswagen dan beberapa mesin tulis kami wakafkan untuk Yasri (Yayasan Rumah Sakit Islam) di Bukittinggi lewat almarhum kakanda Mazni Salam.

Kami dengan sekitar 65 karyawan, termasuk para kores- ponden di daerah-daerah, yang terbina dengan baik selama sekitar delapan tahun, bubar.

Masing-masing kembali mene- lusuri nasibnya masing-masing! Setelah Aman Makmur gulung tikar, saya masih bergerak di dunia pers.

Dan tetap tinggal di Sumatra Barat sampai pensiun pada umur 60 tahun.

Lebih separo umur saya ternyata lurut di Ranah Minang.

Dalam masa demikian saya mengikuti salah dae ome menarik, yaitu kebangkitan masyarakat dan Sumatra Barat.

Mereka keluar dari trauma perang PRRI dan tekanan komunis.

Comments

Popular posts from this blog

Catering Jogja Murah : Cara Membuat Masakan Pie Pot Ayam-Tarragon

Aqiqah Bandung Murah : Cara membuat quinche

Sewa Bus : Petualangan wisata di Suku Huu di Botswana